8 Kasus Paling Misterius di Indonesia
0
komentar
Tidak hanya di luar  negeri terjadi kasus orang hilang atau pun peristiwa yang tetap menjadi  misteri baik itu motif, atau pun siapa pelaku atas berbagai kasus-kasus  yang menjadi misteri dan tak terpecahkan (sengaja ditutupi) hingga kini.Berikut dibawah ini  adalah beberapa kasus besar di Indonesia yang hingga kini tetap masih  menjadi misteri dan belum tuntas penyelesaiannya baik secara hukum  maupun keberadaan fisik ataupun siapa pelaku sebenarnya. 
1. Kasus Sum Kuning (1970)
 Ini adalah kasus getir dan pahit  dari seorang gadis muda bernama Sumarijem seorang gadis muda dari kelas bawah seorang penjual telur dari  Godean Yogyakarta yang (maaf) diperkosa oleh segerombolan anak  pejabat dan orang terpandang di kota Yogyakarta kala itu.Kasus ini merebak  menjadi berita besar ketika pihak penegak hukum  terkesan mengalami kesulitan untuk membongkar kasusnya hingga tuntas.  Pertama-tama Sum Kuning disuap agar tidak melaporkan kasus ini kepada  polisi. Belakangan oleh polisi tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang  pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku  sebagai pelakunya.Tanggal 18 September 1970 Sumarijem yang saat  itu berusia 18 tahun tengah menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba  diseret masuk kedalam sebuah mobil oleh beberapa pria, didalam mobil  Sumarijem (Sum Kuning) diberi bius (Eter) hingga tak sadarkan diri, Ia  dibawa ke sebuah rumah di daerah Klaten dan diperkosa bergilir hingga  tak sadarkan diri.Kasus ini cukup pelik karena menurut Jendral  Pur Hoegeng mantan Kapolri bahwa para pelaku pemerkosaan adalah anak-anak  pejabat dan salah seorang diantaranya adalah anak seorang pahlawan  revolusi (Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para  pemimpin bangsa, penerbit Bentang).Dalam bukunya juga disebutkan bahwa Sum Kuning  ditinggalkan ditepi jalan, Gadis malang ini pun melapor ke polisi.  Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat  laporan palsu.Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita  yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak  mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi  mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.Karena  melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding  anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar  menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.Kasus  Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang  ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan  penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam  persidangan Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum  penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak  tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan  Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus  dibebaskan.Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum  selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa  mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga  membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis  bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto  dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan  Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang  memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning."Perlu diketahui  bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita  hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita  tindak," tegas Hoegeng.Hoegeng membentuk tim khusus untuk  menangani kasus ini. Namanya 'Tim Pemeriksa Sum Kuning', dibentuk  Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju.  Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat,  membantah lewat media massa.Belakangan Presiden Soeharto sampai  turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana,  Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat  Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara  yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang  dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai  ditangani Kopkamtib??Dalam kasus persidangan perkosaan Sum,  polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya  anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para  terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka  bersumpah rela mati jika benar memerkosa.Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.Tanggal  2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak  menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Sum sendiri kemudian bekerja di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia  kemudian menikah dengan seorang pria yang sudah dikenalnya saat masih  dirawat.Tapi siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya dari Sum  Kuning masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini sebab baik Sum  Kuning tetap pada pendiriannya bahwa pemerkosanya adalah sekumpulan anak  pejabat maupun 10 pemuda anak orang biasa yang diajukan ke pengadilan  dan membantah habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan  dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi para pelaku sebenarnya.
Ini adalah kasus getir dan pahit  dari seorang gadis muda bernama Sumarijem seorang gadis muda dari kelas bawah seorang penjual telur dari  Godean Yogyakarta yang (maaf) diperkosa oleh segerombolan anak  pejabat dan orang terpandang di kota Yogyakarta kala itu.Kasus ini merebak  menjadi berita besar ketika pihak penegak hukum  terkesan mengalami kesulitan untuk membongkar kasusnya hingga tuntas.  Pertama-tama Sum Kuning disuap agar tidak melaporkan kasus ini kepada  polisi. Belakangan oleh polisi tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang  pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku  sebagai pelakunya.Tanggal 18 September 1970 Sumarijem yang saat  itu berusia 18 tahun tengah menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba  diseret masuk kedalam sebuah mobil oleh beberapa pria, didalam mobil  Sumarijem (Sum Kuning) diberi bius (Eter) hingga tak sadarkan diri, Ia  dibawa ke sebuah rumah di daerah Klaten dan diperkosa bergilir hingga  tak sadarkan diri.Kasus ini cukup pelik karena menurut Jendral  Pur Hoegeng mantan Kapolri bahwa para pelaku pemerkosaan adalah anak-anak  pejabat dan salah seorang diantaranya adalah anak seorang pahlawan  revolusi (Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para  pemimpin bangsa, penerbit Bentang).Dalam bukunya juga disebutkan bahwa Sum Kuning  ditinggalkan ditepi jalan, Gadis malang ini pun melapor ke polisi.  Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat  laporan palsu.Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita  yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak  mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi  mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.Karena  melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding  anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar  menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.Kasus  Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang  ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan  penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam  persidangan Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum  penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak  tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan  Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus  dibebaskan.Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum  selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa  mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga  membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis  bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto  dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan  Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang  memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning."Perlu diketahui  bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita  hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita  tindak," tegas Hoegeng.Hoegeng membentuk tim khusus untuk  menangani kasus ini. Namanya 'Tim Pemeriksa Sum Kuning', dibentuk  Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju.  Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat,  membantah lewat media massa.Belakangan Presiden Soeharto sampai  turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana,  Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat  Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara  yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang  dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai  ditangani Kopkamtib??Dalam kasus persidangan perkosaan Sum,  polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya  anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para  terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka  bersumpah rela mati jika benar memerkosa.Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.Tanggal  2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak  menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Sum sendiri kemudian bekerja di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia  kemudian menikah dengan seorang pria yang sudah dikenalnya saat masih  dirawat.Tapi siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya dari Sum  Kuning masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini sebab baik Sum  Kuning tetap pada pendiriannya bahwa pemerkosanya adalah sekumpulan anak  pejabat maupun 10 pemuda anak orang biasa yang diajukan ke pengadilan  dan membantah habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan  dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi para pelaku sebenarnya. 2. Menghilangnya 13 Aktifis menjelang Reformasi
 Menjelang Reformasi di  tahun 1998 ada sekitar 13 orang aktivis yang diculik paksa oleh militer  dan hingga kini keberadaan mereka masih menjadi misteri, jika mereka  sudah meninggal dimanakah mereka dikuburkan dan alasan apa yang  menyebabkan sehingga militer menculik ke-13 orang aktivis ini. Mereka  adalah Yanni Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Alkatiri,  Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Widji Tukul,  Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.Pasukan Kopassus dari tim  mawar dianggap bertanggung jawab atas peristiwa menghilangnya ke-13  aktivis tersebut dimana ada 24 orang yang diculik namun 9 orang berhasil  bebas yakni Aan Rusdiyanto, Andi Arief, Desmon J Mahesa, Faisol Reza,  Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar Patria, Pius Lustrilanang dan Raharja  Waluya Jati.Sementara 1 orang lagi  yakni Leonardus Nugroho (Gilang) yang sempat dinyatakan hilang lalu 3  hari kemudian ditemukan telah meninggal dunia di Magetan dengan luka  tembak dikepalanya.Karena kasus ini sempat  membuat heboh di tahun 1998 dan atas desakan berbagai pihak didalam  maupun luar negri pada tanggal 3 Agustus 1998 Panglima ABRI saat itu,  Jend Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira yang diketuai oleh Jend  TNI Soebagyo HS yang saat itu menjabat sebagai KSAD, dan wakil ketua  terdiri dari Let Jen TNI Fahrur Razi (Kasum ABRI), Let Jen Yusuf  Kartanegara (Irjen Dephankam) dan anggota yang terdiri dari : Let Jen  Soesilo Bambang Yudhoyono yang kini menjadi Presiden RI (Kassospol  ABRI), Let Jen Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Let Jen Djamiri  Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya Achmad Sutjipto (Danjen AKABRI).Pada tanggal 24 Agustus  1998 Letnan Jendral Prabowo Subianto selaku Panglima Komando Cadangan  Strategis (Pangkostrad) diberhentikan dari dinas kemiliteran.Menindaklanjuti keputusan  dari Menteri Pertahana/Panglima ABRI Jendral Wiranto, dilakukan  penyelidikan oleh PUSPOM ABRI dan selanjutnya diketahui bahwa tim mawar  dari Kopassus diduga bertanggung jawab terhadap kasus penculikan dan  penghilangan secara paksa para aktivis 1998 tersebut.11 anggota Kopassus  diadili secara militer namun KONTRAS dalam siaran pers nya menyebutkan  :"Proses peradilan terhadap 11 anggota Kopassus terdakwa penculikan itu  tidak lebih hanya sebuah rekayasa hukum untuk memutus pertanggung  jawaban Letnan Jendral Prabowo Subianto yang sebenarnya paling  bertanggung jawab atas operasi ini. Hal tersebut  jelas bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan DKP yang membuktikan  bahwa Letjen Prabowo lah yang bertanggung jawab atas penculikan itu,  karena itulah akhirnya ia dipensiunkan. Jadi secara keseluruhan kami  berkesimpulan bahwa persidangan itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan  dagelan yang tidak lucu. Oleh sebab itu KontraS bersama keluarga korban  tetap menuntut Letjen Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR serta Kolonel  Chairawan segera diseret ke pengadilan sebagai pihak yang paling  bertanggung jawab atas kasus penculikan ini”
 Menjelang Reformasi di  tahun 1998 ada sekitar 13 orang aktivis yang diculik paksa oleh militer  dan hingga kini keberadaan mereka masih menjadi misteri, jika mereka  sudah meninggal dimanakah mereka dikuburkan dan alasan apa yang  menyebabkan sehingga militer menculik ke-13 orang aktivis ini. Mereka  adalah Yanni Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Alkatiri,  Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Widji Tukul,  Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.Pasukan Kopassus dari tim  mawar dianggap bertanggung jawab atas peristiwa menghilangnya ke-13  aktivis tersebut dimana ada 24 orang yang diculik namun 9 orang berhasil  bebas yakni Aan Rusdiyanto, Andi Arief, Desmon J Mahesa, Faisol Reza,  Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar Patria, Pius Lustrilanang dan Raharja  Waluya Jati.Sementara 1 orang lagi  yakni Leonardus Nugroho (Gilang) yang sempat dinyatakan hilang lalu 3  hari kemudian ditemukan telah meninggal dunia di Magetan dengan luka  tembak dikepalanya.Karena kasus ini sempat  membuat heboh di tahun 1998 dan atas desakan berbagai pihak didalam  maupun luar negri pada tanggal 3 Agustus 1998 Panglima ABRI saat itu,  Jend Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira yang diketuai oleh Jend  TNI Soebagyo HS yang saat itu menjabat sebagai KSAD, dan wakil ketua  terdiri dari Let Jen TNI Fahrur Razi (Kasum ABRI), Let Jen Yusuf  Kartanegara (Irjen Dephankam) dan anggota yang terdiri dari : Let Jen  Soesilo Bambang Yudhoyono yang kini menjadi Presiden RI (Kassospol  ABRI), Let Jen Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Let Jen Djamiri  Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya Achmad Sutjipto (Danjen AKABRI).Pada tanggal 24 Agustus  1998 Letnan Jendral Prabowo Subianto selaku Panglima Komando Cadangan  Strategis (Pangkostrad) diberhentikan dari dinas kemiliteran.Menindaklanjuti keputusan  dari Menteri Pertahana/Panglima ABRI Jendral Wiranto, dilakukan  penyelidikan oleh PUSPOM ABRI dan selanjutnya diketahui bahwa tim mawar  dari Kopassus diduga bertanggung jawab terhadap kasus penculikan dan  penghilangan secara paksa para aktivis 1998 tersebut.11 anggota Kopassus  diadili secara militer namun KONTRAS dalam siaran pers nya menyebutkan  :"Proses peradilan terhadap 11 anggota Kopassus terdakwa penculikan itu  tidak lebih hanya sebuah rekayasa hukum untuk memutus pertanggung  jawaban Letnan Jendral Prabowo Subianto yang sebenarnya paling  bertanggung jawab atas operasi ini. Hal tersebut  jelas bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan DKP yang membuktikan  bahwa Letjen Prabowo lah yang bertanggung jawab atas penculikan itu,  karena itulah akhirnya ia dipensiunkan. Jadi secara keseluruhan kami  berkesimpulan bahwa persidangan itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan  dagelan yang tidak lucu. Oleh sebab itu KontraS bersama keluarga korban  tetap menuntut Letjen Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR serta Kolonel  Chairawan segera diseret ke pengadilan sebagai pihak yang paling  bertanggung jawab atas kasus penculikan ini”Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ;No Nama Terdakwa Vonis / Hukuman1 Mayor (Inf) Bambang Kristiono 22 bulan / dipecat, 2 Kapten (Inf) F.S Multhazar 20 bulan / dipecat, 3 Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo 20 bulan / dipecat, 4 Kapten (Inf) Yulius Stevanus 20 bulan / dipecat, 5 Kapten (Inf) Untung Budi Harto 20 bulan / dipecat, 6 Kapten (Inf) Dadang Hendra Yuda 16 bulan / dipecat, 7 Kapten (Inf) Djaka Budi Utama 16 bulan / dipecat, 8 Kapten (Inf) Fauka Noor Farid 16 bulan / dipecat, 9 Sersan Kepala Sunaryo 12 bulan / dipecat, 10 Sersan Kepala Sigit Sugianto 12 bulan / dipecat, 11 Sersan Satu Sukadi 12 bulan / dipecatNamun proses pengadilan tersebut tetap saja tidak memberikan kepastian dimanakah mereka menahan para aktivis tersebut dan jika sudah meninggal dimanakah mereka menguburkan atau membuang mayat ke-13 aktivis yang hilang tersebut.
3. Penembak Misterius (Petrus) 1982-1985.
 Petrus atau juga dikenal  sebagai operasi clurit dianggap oleh banyak orang sebagai sebuah operasi  rahasia dimasa pemerintahan Orde Baru untuk menghabisi para Gali  (Gabungan anak liar) dan Preman yang dianggap meresahkan dan mengganggu  keamanan dan ketentraman masyarakat kala itu.Hingga kini para pelaku Petrus tidak pernah tertangkap dan tidak jelas siapa pelakunya.Kemungkinan besar adanya  operasi ini karena instruksi dari Presiden Soeharto di tahun 1982 saat  memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Anton Soedjarwo atas  keberhasilannya membongkar kasus perampokan yang meresahkan masyarakat,  lalu ditahun yang sama Soeharto kembali meminta Polisi dan ABRI  dihadapan RAPIM ABRI untuk mengambil langkah pemberantasan yang efektif  dalam menekan angka kriminalitas.Karena permintaan atau perintah  Soeharto disampaikan pada acara  kenegaraan yang istimewa, sambutan yang dilaksanakan oleh petinggi  aparat keamanan pun sangat serius. Permintaan Soeharto itu sontak  disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi  bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta  yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dalam rapat  yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk  melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit  di Jakarta dan sekitarnya. Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh  Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban  Operasi Celurit pun mulai berjatuhan.Petrus pada awalnya  beraksi secara rahasia namun lambat laun aksi mereka seperti sebuah  teror menakutkan bagi para bromocorah dan preman di kota-kota besar,   pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang dituduh sebagai  pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh, 367 orang di antaranya  tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban Petrus (Penembak  Misterius) yang tewas sebanyak  107 orang, tapi hanya 15 orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun  1985, tercatat 74 korban Petrus (Penembak Misterius) tewas dan 28 di  antaranya tewas karena  tembakan. Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi  tangan dan leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam karung  dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai,  hutan-hutan, dan kebun. Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau  bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock  therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola pengambilan  para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput  aparat keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai Petrus yang   berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya  berkomentar.ketika berita serupa hampir tiap hari muncul di seantero  Jakarta dan  massa mulai membicarakan masalah penembakan misterius, Benny Moerdani  sebagai Panglima Kopkamtib seusai menghadap Presiden Soeharto lalu  memberi pernyataan kepada pers bahwa penembakan gelap yang terjadi  mungkin timbul akibat perkelahiaan antar geng bandit. “Seiauh ini belum  pernah ada perintah tembak di tempat bagi peniahat yang ditangkap”  komentar Benny. Dan tak ada seorang pun wartawan yang saat itu berani  melaniutkan pertanyaan kepada jenderal yang dikenal sangat tegas dan  garang itu.Kepala Bakin saat itu, Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang  bernada enteng bahwa masyarakat tak perlu mempersoalkan para penjahat  yang mati secara misterius. Tapi pernyataan yang dilontarkan man-tan  Wapres H. Adam Malik justru bertolak belakang sehingga membuat kasus  penembakan misterius tetap merupakan peristiwa serius dan harus  diperhatikan oleh pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi hukum.  “Jangan mentangmentang penjahat dekil langsung ditembak, bila perlu  diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai  negara hukum sudah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan,  “Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini  pada kehancuran.”Tindakan tegas para Penembak Misterius (Petrus) pada akhirnya memang menyulut pro dan kontra.  Pendapat yang pro, Petrus pantas diterapkan kepada target yang memang  jelas-jelas penjahat. Sebaliknya pendapat yang kontra menyatakan  keberatannya jika sasaran Petrus hanya penjahat kelas teri atau mereka yang  hanya memiliki tato tapi bukan penjahat beneran. Pendapat atau komentar  yang cukup kontroversial adalah yang dikemukakan oleh Menteri Luar  Negeri Belanda, Hans van den Broek, yang secara kebetulan sedang  berkunjung ke Jakarta pada awal Januari tahun 1984. Setelah bertemu  dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Broek secara mengejutkan berharap  bahwa pembunuhan yang telah mejnakan korban jiwa sebanyak 3.000 orang  itu pada waktu mendatang diakhiri dan Indonesia juga diharapkan dapat  melaksanakan konstitusi dengan tertib hukum. Menlu Mochtar sendiri  menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius itu terjadi akibat  meningkatnya angka kejahatan yang mendekati tingkat terorisme sehingga  masyarakat merasa tidak aman dan main hakim sendiri.Atas pernyataan Menlu Belanda itu, Benny yang merasa kebakaran  jenggot sekali lagi harus tampil untuk meluruskan tuduhan tadi. Ia  kembali menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi karena perkelahian  antar geng. “Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru, tetapi itu  akibat melawan petugas. Yang berbuat itu bukan pemerintah. Pembunuhan  itu bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan  penembakan itu akhirnya tidak lagi misterius meskipun para pelakunya  hingga saat ini tetap misterius dan tidak terungkap. Beberapa tahun  kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar  belakang permasalahannya dimana ia mengatakan Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi  kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan  makin meluas. Seperti tertulis dalam bukunya Benny Moerdani hal 512-513  Pak Harto berujar : “Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment  therapy, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan  kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor!  Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus  ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya  ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan.  Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada  yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa  menumpas semua kejahatan yang sudah melampui batas perikemanusiaan.  Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu”Namun jika para petinggi  militer maupun presiden sendiri menyatakan bahwa penembakan terhadap  para preman karena melawan saat hendak ditangkap bagaimana Moerdani  menjelaskan para korban Penembakan Misterius yang ditemukan dalam  goni-goni dengan tangan terikat atau yang dihanyutkan di sungai? atas  kordinasi siapakah para Penembak Misterius itu menjalankan perintah?
 Petrus atau juga dikenal  sebagai operasi clurit dianggap oleh banyak orang sebagai sebuah operasi  rahasia dimasa pemerintahan Orde Baru untuk menghabisi para Gali  (Gabungan anak liar) dan Preman yang dianggap meresahkan dan mengganggu  keamanan dan ketentraman masyarakat kala itu.Hingga kini para pelaku Petrus tidak pernah tertangkap dan tidak jelas siapa pelakunya.Kemungkinan besar adanya  operasi ini karena instruksi dari Presiden Soeharto di tahun 1982 saat  memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Anton Soedjarwo atas  keberhasilannya membongkar kasus perampokan yang meresahkan masyarakat,  lalu ditahun yang sama Soeharto kembali meminta Polisi dan ABRI  dihadapan RAPIM ABRI untuk mengambil langkah pemberantasan yang efektif  dalam menekan angka kriminalitas.Karena permintaan atau perintah  Soeharto disampaikan pada acara  kenegaraan yang istimewa, sambutan yang dilaksanakan oleh petinggi  aparat keamanan pun sangat serius. Permintaan Soeharto itu sontak  disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi  bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta  yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dalam rapat  yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk  melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit  di Jakarta dan sekitarnya. Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh  Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban  Operasi Celurit pun mulai berjatuhan.Petrus pada awalnya  beraksi secara rahasia namun lambat laun aksi mereka seperti sebuah  teror menakutkan bagi para bromocorah dan preman di kota-kota besar,   pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang dituduh sebagai  pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh, 367 orang di antaranya  tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban Petrus (Penembak  Misterius) yang tewas sebanyak  107 orang, tapi hanya 15 orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun  1985, tercatat 74 korban Petrus (Penembak Misterius) tewas dan 28 di  antaranya tewas karena  tembakan. Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi  tangan dan leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam karung  dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai,  hutan-hutan, dan kebun. Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau  bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock  therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola pengambilan  para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput  aparat keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai Petrus yang   berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya  berkomentar.ketika berita serupa hampir tiap hari muncul di seantero  Jakarta dan  massa mulai membicarakan masalah penembakan misterius, Benny Moerdani  sebagai Panglima Kopkamtib seusai menghadap Presiden Soeharto lalu  memberi pernyataan kepada pers bahwa penembakan gelap yang terjadi  mungkin timbul akibat perkelahiaan antar geng bandit. “Seiauh ini belum  pernah ada perintah tembak di tempat bagi peniahat yang ditangkap”  komentar Benny. Dan tak ada seorang pun wartawan yang saat itu berani  melaniutkan pertanyaan kepada jenderal yang dikenal sangat tegas dan  garang itu.Kepala Bakin saat itu, Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang  bernada enteng bahwa masyarakat tak perlu mempersoalkan para penjahat  yang mati secara misterius. Tapi pernyataan yang dilontarkan man-tan  Wapres H. Adam Malik justru bertolak belakang sehingga membuat kasus  penembakan misterius tetap merupakan peristiwa serius dan harus  diperhatikan oleh pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi hukum.  “Jangan mentangmentang penjahat dekil langsung ditembak, bila perlu  diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai  negara hukum sudah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan,  “Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini  pada kehancuran.”Tindakan tegas para Penembak Misterius (Petrus) pada akhirnya memang menyulut pro dan kontra.  Pendapat yang pro, Petrus pantas diterapkan kepada target yang memang  jelas-jelas penjahat. Sebaliknya pendapat yang kontra menyatakan  keberatannya jika sasaran Petrus hanya penjahat kelas teri atau mereka yang  hanya memiliki tato tapi bukan penjahat beneran. Pendapat atau komentar  yang cukup kontroversial adalah yang dikemukakan oleh Menteri Luar  Negeri Belanda, Hans van den Broek, yang secara kebetulan sedang  berkunjung ke Jakarta pada awal Januari tahun 1984. Setelah bertemu  dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Broek secara mengejutkan berharap  bahwa pembunuhan yang telah mejnakan korban jiwa sebanyak 3.000 orang  itu pada waktu mendatang diakhiri dan Indonesia juga diharapkan dapat  melaksanakan konstitusi dengan tertib hukum. Menlu Mochtar sendiri  menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius itu terjadi akibat  meningkatnya angka kejahatan yang mendekati tingkat terorisme sehingga  masyarakat merasa tidak aman dan main hakim sendiri.Atas pernyataan Menlu Belanda itu, Benny yang merasa kebakaran  jenggot sekali lagi harus tampil untuk meluruskan tuduhan tadi. Ia  kembali menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi karena perkelahian  antar geng. “Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru, tetapi itu  akibat melawan petugas. Yang berbuat itu bukan pemerintah. Pembunuhan  itu bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan  penembakan itu akhirnya tidak lagi misterius meskipun para pelakunya  hingga saat ini tetap misterius dan tidak terungkap. Beberapa tahun  kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar  belakang permasalahannya dimana ia mengatakan Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi  kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan  makin meluas. Seperti tertulis dalam bukunya Benny Moerdani hal 512-513  Pak Harto berujar : “Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment  therapy, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan  kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor!  Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus  ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya  ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan.  Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada  yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa  menumpas semua kejahatan yang sudah melampui batas perikemanusiaan.  Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu”Namun jika para petinggi  militer maupun presiden sendiri menyatakan bahwa penembakan terhadap  para preman karena melawan saat hendak ditangkap bagaimana Moerdani  menjelaskan para korban Penembakan Misterius yang ditemukan dalam  goni-goni dengan tangan terikat atau yang dihanyutkan di sungai? atas  kordinasi siapakah para Penembak Misterius itu menjalankan perintah? 4. Kasus Kematian Peragawati Terkenal Dietje
 Diera tahun 1980an ada  seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje yang bernama  lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh  dengan tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli dalam menembak  kemudian mayat nya dibuang disebuah kebun karet dibilangan kalibata yang  sekarang menjadi komplek perumahan DPR. Setelah kasus tersebut marak di  media massa, Polisi akhirnya menangkap seorang tua renta yang nama  aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal dengan panggilan Pakde dikenal  juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon ia adalah seorang dukun. Yang  entah dengan alasan dan motif apa yang tidak jelas ia dianggap sebagai  pembunuh Dietje. Bagi Polis Motif tidak begitu penting karena Polisi  mengungkapkan bahwa "katanya" mereka "Memiliki bukti yang kuat".Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP  yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak  tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang.  Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan  terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang  meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan.  Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis  hakim.Akhirnya Pakde dijatuhi  hukuman penjara seumur hidup namun publik saat itu sudah mengetahui  rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan menantu dari orang  paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu saja kasus seperti ini  tidak akan pernah terungkap dengan benar. Karena pemilik informasi  satu-satunya kepada media atau publik berasal  dari polisi. Dan bisa jadi, publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk  ‘meyakini’ bahwa benarlah yang membunuh Dietje adalah Pakde.Dietje disebutkan dipakai  sebagai "Jasa" oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia  usaha dan untuk memuluskan bisnisnya Dietje dipakai oleh sang eks  petinggi militer untuk menyenangkan menantu orang paling berkuasa di  Indonesia,  Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat  satu kontrak  besar pembangunan sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje  berlanjut jauh dengan sang menantu. Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke  keluarga besar, keluar perintah memberi pelajaran kepada Dietje, hanya  saja ‘kebablasan’ menjadi suatu pembunuhan. Dietje ditembak di bagian  kepala pada suatu malam tatkala mengemudi sendiri mobilnya di jalan  keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata. Pak ‘De’ Siradjuddin  yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambinghitamkan, ditangkap,  dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup  dan sempat dipenjara  bertahun-tahun lamanya, Hingga akhirnya Pak De mendapat grasi dari  Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup  menjadi 20 tahun di tahun 1999.Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat  meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan  bersyarat. Setelah  menghirup udara bebas, Pak De lebih sering  mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga  sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje". Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,"  kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama  yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini  keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil
 Diera tahun 1980an ada  seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje yang bernama  lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh  dengan tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli dalam menembak  kemudian mayat nya dibuang disebuah kebun karet dibilangan kalibata yang  sekarang menjadi komplek perumahan DPR. Setelah kasus tersebut marak di  media massa, Polisi akhirnya menangkap seorang tua renta yang nama  aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal dengan panggilan Pakde dikenal  juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon ia adalah seorang dukun. Yang  entah dengan alasan dan motif apa yang tidak jelas ia dianggap sebagai  pembunuh Dietje. Bagi Polis Motif tidak begitu penting karena Polisi  mengungkapkan bahwa "katanya" mereka "Memiliki bukti yang kuat".Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP  yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak  tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang.  Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan  terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang  meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan.  Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis  hakim.Akhirnya Pakde dijatuhi  hukuman penjara seumur hidup namun publik saat itu sudah mengetahui  rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan menantu dari orang  paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu saja kasus seperti ini  tidak akan pernah terungkap dengan benar. Karena pemilik informasi  satu-satunya kepada media atau publik berasal  dari polisi. Dan bisa jadi, publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk  ‘meyakini’ bahwa benarlah yang membunuh Dietje adalah Pakde.Dietje disebutkan dipakai  sebagai "Jasa" oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia  usaha dan untuk memuluskan bisnisnya Dietje dipakai oleh sang eks  petinggi militer untuk menyenangkan menantu orang paling berkuasa di  Indonesia,  Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat  satu kontrak  besar pembangunan sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje  berlanjut jauh dengan sang menantu. Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke  keluarga besar, keluar perintah memberi pelajaran kepada Dietje, hanya  saja ‘kebablasan’ menjadi suatu pembunuhan. Dietje ditembak di bagian  kepala pada suatu malam tatkala mengemudi sendiri mobilnya di jalan  keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata. Pak ‘De’ Siradjuddin  yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambinghitamkan, ditangkap,  dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup  dan sempat dipenjara  bertahun-tahun lamanya, Hingga akhirnya Pak De mendapat grasi dari  Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup  menjadi 20 tahun di tahun 1999.Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat  meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan  bersyarat. Setelah  menghirup udara bebas, Pak De lebih sering  mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga  sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje". Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,"  kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama  yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini  keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil 5. Kasus Pembunuhan Udin
 Udin adalah seorang  wartawan Harian Bernas di Yogyakarta yang tewas terbunuh oleh seseorang  tidak dikenal. Udin yang bernama asli Fuad Muhammad Syafrudin pada  selasa malam 13 Agustus 1996 kedatangan seorang tamu misterius yang  kemudian menganiyaya dirinya dan pada tanggal 16 Agustus 1996 Udin harus  mengembuskan nafas terakhirnya.Udin tercatat sebagai seorang wartawan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer.Kasus Udin menjadi ramai  karena Kanit Reserse Polres Bantul, Serka Edy Wuryanto dilaporkan telah  membuang barang bukti dengan membuang sampel darah Udin ke laut dan  mengambil buku catatan Udin dengan dalih penyelidikan dan penyidikan.Kasus Udin menjadi gelap  akibat hilangnya beberapa bukti penting dalam pengungkapan kasus  kematian sang wartawan dan juga terdapat beberapa orang yang dikambing  hitamkan atas peristiwa kematian Udin.Seorang wanita bernama  Tri Sumaryani mengaku ditawari dengan imbalan sejumlah uang untuk  membuat pengakuan bahwa ia dan Udin telah melakukan hubungan gelap dan  suaminya lah yang telah membunuh Udin.Lalu Dwi Sumaji alias  Iwik  seorang supir dari Dymas Advertising Sleman diculik di perempatan  Beran Sleman lalu dibawa ke Hotel Queen of the South Parangtritis dan  dipaksa oleh Serka Edy Wuryanto yang memiliki nama panggilan Franky agar  mengaku sebagai pembunuh Udin, sebelumnya di sebuah losmen bernama  Losmen Agung yang juga berada di parangtritis Iwik dicekoki  berbotol-botol minuman keras hingga mabuk dan disuguhi wanita penghibur  dan diberi janji uang, pekerjaan yang layak serta jaminan hidup buat  keluarganya dimana sebelumnya ia dijebak oleh Edy Wuryanto dengan dalih  pembicaraan bisnis Billboard. Di pengadilan Iwik mencabut seluruh  "pengakuan" dirinya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi karena  ia sebagai korban rekayasa dan berada dibawah ancaman tekanan dan  paksaan oleh Kanit Reserse Polres Bantul Serka Edy Wuryanto.Komnas HAM mengadakan  investigasi lapangan dan menyimpulkan telah terjadi pelanggaran Hak  Asasi Manusia namun tetap saja Iwik dijadikan sebagai tersangka utama  oleh Polisi dan diajukan ke persidangan, walau penuh teror dari berbagai  pihak akhirnya Iwik divonis bebas oleh majelis hakim dan motif  perselingkuhan yang selama ini dihembuskan secara otomatis gugur selain  itu majelis hakim memerintahkan agar polisi mencari, mengungkap motif,  dan menangkap pelaku pembunuhan Udin yang sebenarnya.Dalam kesaksiannya di persidangan Iwik menyatakan bahwa dirinya selain menjadi korban rekayasa dan  bisnis politik, ia hanya dipaksa menjalankan skenario rekayasa Franki  alias Serma Pol Edy Wuryanto dengan alasan untuk melindungi kepentingan  Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.Namun hingga kini para  pelaku kejahatan pembunuhan terhadap sang wartawan yang kritis tersebut  tidak ada yang ditangkap atau diadili ke meja hukum.
Udin adalah seorang  wartawan Harian Bernas di Yogyakarta yang tewas terbunuh oleh seseorang  tidak dikenal. Udin yang bernama asli Fuad Muhammad Syafrudin pada  selasa malam 13 Agustus 1996 kedatangan seorang tamu misterius yang  kemudian menganiyaya dirinya dan pada tanggal 16 Agustus 1996 Udin harus  mengembuskan nafas terakhirnya.Udin tercatat sebagai seorang wartawan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer.Kasus Udin menjadi ramai  karena Kanit Reserse Polres Bantul, Serka Edy Wuryanto dilaporkan telah  membuang barang bukti dengan membuang sampel darah Udin ke laut dan  mengambil buku catatan Udin dengan dalih penyelidikan dan penyidikan.Kasus Udin menjadi gelap  akibat hilangnya beberapa bukti penting dalam pengungkapan kasus  kematian sang wartawan dan juga terdapat beberapa orang yang dikambing  hitamkan atas peristiwa kematian Udin.Seorang wanita bernama  Tri Sumaryani mengaku ditawari dengan imbalan sejumlah uang untuk  membuat pengakuan bahwa ia dan Udin telah melakukan hubungan gelap dan  suaminya lah yang telah membunuh Udin.Lalu Dwi Sumaji alias  Iwik  seorang supir dari Dymas Advertising Sleman diculik di perempatan  Beran Sleman lalu dibawa ke Hotel Queen of the South Parangtritis dan  dipaksa oleh Serka Edy Wuryanto yang memiliki nama panggilan Franky agar  mengaku sebagai pembunuh Udin, sebelumnya di sebuah losmen bernama  Losmen Agung yang juga berada di parangtritis Iwik dicekoki  berbotol-botol minuman keras hingga mabuk dan disuguhi wanita penghibur  dan diberi janji uang, pekerjaan yang layak serta jaminan hidup buat  keluarganya dimana sebelumnya ia dijebak oleh Edy Wuryanto dengan dalih  pembicaraan bisnis Billboard. Di pengadilan Iwik mencabut seluruh  "pengakuan" dirinya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi karena  ia sebagai korban rekayasa dan berada dibawah ancaman tekanan dan  paksaan oleh Kanit Reserse Polres Bantul Serka Edy Wuryanto.Komnas HAM mengadakan  investigasi lapangan dan menyimpulkan telah terjadi pelanggaran Hak  Asasi Manusia namun tetap saja Iwik dijadikan sebagai tersangka utama  oleh Polisi dan diajukan ke persidangan, walau penuh teror dari berbagai  pihak akhirnya Iwik divonis bebas oleh majelis hakim dan motif  perselingkuhan yang selama ini dihembuskan secara otomatis gugur selain  itu majelis hakim memerintahkan agar polisi mencari, mengungkap motif,  dan menangkap pelaku pembunuhan Udin yang sebenarnya.Dalam kesaksiannya di persidangan Iwik menyatakan bahwa dirinya selain menjadi korban rekayasa dan  bisnis politik, ia hanya dipaksa menjalankan skenario rekayasa Franki  alias Serma Pol Edy Wuryanto dengan alasan untuk melindungi kepentingan  Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.Namun hingga kini para  pelaku kejahatan pembunuhan terhadap sang wartawan yang kritis tersebut  tidak ada yang ditangkap atau diadili ke meja hukum. 6. Kasus Marsinah
 Marsinah hanyalah seorang  buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT Catur Putra Surya  (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh pada  tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr  Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan  berat.Marsinah adalah salah  seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang melakukan perundingan  dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan unjuk rasa para  buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No.  50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan  kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20%  gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh  karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran  perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya  (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya,  karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993  menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap  menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim)  Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS.  Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk  kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo  untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil  pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh  rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada  tanggal 8 Mei 1993.Pada tanggal 30 September 1993 dibentuk tim Bakorstanasda Jatim  untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan  Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim  dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan  penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya. Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur  resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan  satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun  mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui  sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa  mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh  Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang  ditangkap.Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di  tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.  Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya  rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh  Marsinah.Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang  diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10  orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di  bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah  kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry  putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga  hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan  sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun,  namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto  dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah  Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan  (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah  menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa  penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".Kasus ini menjadi catatan  ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.   Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri dan menjadi sejarah  kelam ranah hukum di Indonesia.
 Marsinah hanyalah seorang  buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT Catur Putra Surya  (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh pada  tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr  Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan  berat.Marsinah adalah salah  seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang melakukan perundingan  dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan unjuk rasa para  buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No.  50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan  kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20%  gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh  karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran  perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya  (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya,  karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993  menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap  menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim)  Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS.  Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk  kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo  untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil  pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh  rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada  tanggal 8 Mei 1993.Pada tanggal 30 September 1993 dibentuk tim Bakorstanasda Jatim  untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan  Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim  dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan  penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya. Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur  resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan  satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun  mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui  sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa  mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh  Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang  ditangkap.Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di  tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.  Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya  rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh  Marsinah.Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang  diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10  orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di  bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah  kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry  putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga  hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan  sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun,  namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto  dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah  Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan  (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah  menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa  penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".Kasus ini menjadi catatan  ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.   Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri dan menjadi sejarah  kelam ranah hukum di Indonesia. 7. Kasus Menghilangnya Edy Tansil
 Edy Tansil adalah seorang  pengusaha keturunan yang memiliki nama asli Tan Tjoe Hong/Tan Tju Fuan  yang menjadi narapidana dan harus mendekam selama 20 tahun di penjara  Cipinang atas kasus kredit macet Bank Bapindo yang merugikan negara  senilai 565 juta dollar (1.5 T rupiah dengan kurs dollar saat itu). Edy  Tansil dilaporkan kabur dari penjara pada tanggal 4 Mei 1996 dan 20  petugas LP Cipanang dijadikan tersangka karena dianggap membantu Edy  Tansil melarikan diri dan sejak itu keberadaan dari Edy Tansil seperti  raib ditelan bumi.Sebuah LSM pengawas  anti-korupsi bernama Gempita melaporkan bahwa Edy Tansil tengah  menjalankan bisnis sebuah perusahaan bir yang mendapat lisensi dari  perusahaan bir Jerman bernama Becks Beer Company di kota Pu Tian  Provinsi Fujian China.Di tahun 2007 Tempo  interactive melaporkan bahwa tim pemburu koruptor (TPK) berdasarkan  temuan dari PPATK menyatakan akan segera memburu Edy Tansil dimana PPATK  menemukan bukti bahwa buronan tersebut telah melakukan transfer uang ke  Indonesia setahun sebelumnya. Namun hingga kini keberadaan Edy Tansil  tetap masih menjadi misteri.Ada beberapa koruptor  yang juga melarikan diri ke luar negri dan hingga kini keberadaan mereka  tidak terungkap atau belum tertangkap seperti Adelin Lis, Sjamsul  Nursalim, David Nusa Wijaya, Maria Pauline, Djoko S Tjandra, Marimutu  Sinivasan, Hendra Rahardja, Sukanto Tanoto dan masih banyak lainnya.
   Edy Tansil adalah seorang  pengusaha keturunan yang memiliki nama asli Tan Tjoe Hong/Tan Tju Fuan  yang menjadi narapidana dan harus mendekam selama 20 tahun di penjara  Cipinang atas kasus kredit macet Bank Bapindo yang merugikan negara  senilai 565 juta dollar (1.5 T rupiah dengan kurs dollar saat itu). Edy  Tansil dilaporkan kabur dari penjara pada tanggal 4 Mei 1996 dan 20  petugas LP Cipanang dijadikan tersangka karena dianggap membantu Edy  Tansil melarikan diri dan sejak itu keberadaan dari Edy Tansil seperti  raib ditelan bumi.Sebuah LSM pengawas  anti-korupsi bernama Gempita melaporkan bahwa Edy Tansil tengah  menjalankan bisnis sebuah perusahaan bir yang mendapat lisensi dari  perusahaan bir Jerman bernama Becks Beer Company di kota Pu Tian  Provinsi Fujian China.Di tahun 2007 Tempo  interactive melaporkan bahwa tim pemburu koruptor (TPK) berdasarkan  temuan dari PPATK menyatakan akan segera memburu Edy Tansil dimana PPATK  menemukan bukti bahwa buronan tersebut telah melakukan transfer uang ke  Indonesia setahun sebelumnya. Namun hingga kini keberadaan Edy Tansil  tetap masih menjadi misteri.Ada beberapa koruptor  yang juga melarikan diri ke luar negri dan hingga kini keberadaan mereka  tidak terungkap atau belum tertangkap seperti Adelin Lis, Sjamsul  Nursalim, David Nusa Wijaya, Maria Pauline, Djoko S Tjandra, Marimutu  Sinivasan, Hendra Rahardja, Sukanto Tanoto dan masih banyak lainnya. 8. Kasus Munir
 Munir sebenarnya akan  melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi  kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang  memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot  pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan  kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati  kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus menempati kursi Munir  dikelas ekonomi.Sebelum pesawat  mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu  Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para  penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.Pukul 22.05 WIB pesawat  lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant membagikan  makanan dan minuman kepada para penumpang, Munir memilih mi goreng dan  kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2  jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.Di bandara Changi Munir  menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat  termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus dan  perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya berbeda  dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.Dalam perjalanan Munir  meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia  pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan dari teko ke gelas  diatas troli dilengkapi gula sachet.Tiga jam setelah  mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara  bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang  ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda,  Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu  mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi  berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir  kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu  pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil  batuk-batuk berat.Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak  obat yang dimiliki pesawat.Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan  tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu  sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut  mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat  di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu  tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.  Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit  garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke  toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam,  kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian  tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet.  Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh  lemas di toilet.Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan  Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak  tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan  matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal  dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.Setelah dilakukan  penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa  didalam tubuh Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460mg  didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.Namun terdapat  keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana  kandungan arsenik yang ditemukan didalam lambung Munir sedikit ganjil  karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah hancur/melarut.Ini  terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam tubuh Munir  baru dimasukkan ketika jenazahnya sudah di Indonesia. Spekulasi ini  juga diperkuat dengan permintaan mereka untuk menahan lebih lama organ  tubuh Munir. Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu  dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (dimark-up) agar  benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak  lain. Disebutkan juga ciri-ciri korban yang keracunan arsenik, antara  lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang mengalami kerusakan, mulut  keluar darah karena indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik  masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban  mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.Apapun itu penyebab  kematian aktivis HAM tersebut namun hingga kini tampaknya kasus tersebut  belum tuntas walaupun ada beberapa orang yang telah dijatuhi vonis oleh  pengadilan namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa tidak puas  dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.Apakah  ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh  intelijen? tidak ada yang mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin  para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis. Namun  yang pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif dan  tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI  begitu bodoh untuk membunuh seseorang yang secara aktif mengkritisi  berbagai persoalan HAM di indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa  pasti mata dan tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada  pemerintah Indonesia, dan pihak militer serta badan intelijennya, atau  mungkin ada beberapa pihak yang telah gelap mata akibat sikap kritis  dari Munir yang membuat mereka mengambil keputusan untuk menghabisinya,  sebuah misteri yang belum terungkap hingga kini.
 Munir sebenarnya akan  melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi  kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang  memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot  pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan  kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati  kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus menempati kursi Munir  dikelas ekonomi.Sebelum pesawat  mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu  Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para  penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.Pukul 22.05 WIB pesawat  lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant membagikan  makanan dan minuman kepada para penumpang, Munir memilih mi goreng dan  kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2  jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.Di bandara Changi Munir  menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat  termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus dan  perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya berbeda  dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.Dalam perjalanan Munir  meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia  pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan dari teko ke gelas  diatas troli dilengkapi gula sachet.Tiga jam setelah  mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara  bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang  ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda,  Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu  mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi  berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir  kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu  pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil  batuk-batuk berat.Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak  obat yang dimiliki pesawat.Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan  tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu  sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut  mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat  di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu  tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.  Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit  garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke  toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam,  kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian  tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet.  Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh  lemas di toilet.Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan  Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak  tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan  matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal  dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.Setelah dilakukan  penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa  didalam tubuh Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460mg  didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.Namun terdapat  keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana  kandungan arsenik yang ditemukan didalam lambung Munir sedikit ganjil  karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah hancur/melarut.Ini  terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam tubuh Munir  baru dimasukkan ketika jenazahnya sudah di Indonesia. Spekulasi ini  juga diperkuat dengan permintaan mereka untuk menahan lebih lama organ  tubuh Munir. Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu  dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (dimark-up) agar  benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak  lain. Disebutkan juga ciri-ciri korban yang keracunan arsenik, antara  lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang mengalami kerusakan, mulut  keluar darah karena indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik  masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban  mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.Apapun itu penyebab  kematian aktivis HAM tersebut namun hingga kini tampaknya kasus tersebut  belum tuntas walaupun ada beberapa orang yang telah dijatuhi vonis oleh  pengadilan namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa tidak puas  dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.Apakah  ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh  intelijen? tidak ada yang mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin  para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis. Namun  yang pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif dan  tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI  begitu bodoh untuk membunuh seseorang yang secara aktif mengkritisi  berbagai persoalan HAM di indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa  pasti mata dan tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada  pemerintah Indonesia, dan pihak militer serta badan intelijennya, atau  mungkin ada beberapa pihak yang telah gelap mata akibat sikap kritis  dari Munir yang membuat mereka mengambil keputusan untuk menghabisinya,  sebuah misteri yang belum terungkap hingga kini.